Keringat mu..Tak dihargai Seberapa, Tetapi Niat mu Luar Biasa
Jalan-jalan di lereng barat daya
Gunung Merbabu, akhirnya dapat menjadi pengobat hebat kemauan saya keluar dari
sarang kamar saya. Setelah lama tidak kuliah, karena mengerjakan tugas yang
harus saya kerjakan, kegiatan alam pun menjadi berkurang porsinya. Berniat
menambah ilmu dan menjejaki jengkal demi jengkal tanah Indonesia. Lereng barat
Gunung Merbabu lumayan sering saya lewati, jika saya sedang kangen gunung.
Tetapi perjalanan kali ini membawa saya ke dalam sisi lain mengenai kehidupan
yang ada sisi barat daya Gunung Merbabu ini. Di mulai dari Banyuroto dan
berakhir di Candran, perjalanan kami pada hari Minggu, 30 Maret 2014.
Pemandangan elok yang disuguhkan Gunung Merbabu dan Merapi membuat saya takjub,
Indonesia kamu benar-benar kaya. Rasa syukur kepada Alloh SWT menjadi bertambah
besar saat merasakan nikmat-Nya yang begitu luar biasa.
bahkan sejak kecil mereka sudah belajar arti kerja keras (dokpri) |
Udara sejuk pegunungan membuat
saya tersenyum-senyum karena dalam hati berbisik, akhirnya udara sejuk ini ku rasakan
kembali. Di samping melakukan pengamatan, saya mencoba mencari sesuatu yang
menarik. Benar saja, sesuatu yang menarik itu ku dapatkan di sini. Arti kerja keras, bersyukur, kesederhanaan dan menjalani kehidupan dengan penuh keikhlasan. Keramahan
masyarakat daerah pegunungan memang tidak diragukan lagi. Hanya sehari saya
melakukan perjalanan tetapi ada puluhan orang yang menyapa kami dan dengan
ramahnya menebar senyum dan berkata “monggo mbak, mampir” yang artinya “silahkan
mbak, mampir” dengan senyum ramah dan kesederhanaan mereka. Tentu saja dengan
membalas senyum, saya dan teman saya melewatkan tawaran mereka karena ada
keperluan lain yang harus kami selesaikan. Pagi hingga siang hari kami menghabiskan waktu mencari data-data yang kami perlukan. Saya ucapkan terimakasih untuk teman-teman PGSC yang telah mengijinkan saya ikut dalam acara ini dan juga Edi yang bersedia menyediakan tempat istirahat dan jamuan serta bekal oleh-oleh sayuran hasil petik kebun sendiri.
Di lain sisi saya berpikir, luar
biasa para petani di sini. Rumah mereka yang jauh dari keramaian, dengan ulet
dan tekun mereka mengerjakan petak demi petak tanah untuk ditanami
sayur-sayuran. Berangkat pagi dan pulang di sore hari, melewati jalan setapak
yang licin, udara dingin, membawa bekal makanan seadaanya belum lagi jika
melihat petak-petak kebun sayuran yang mereka tanami. Lereng yang terjal dan
licin dapat membahayakan jiwa mereka. Tetapi di balik itu semua, saya salut
karena mereka menerima segala yang mereka dapat dengan ikhlas. Saya cukup
tercengang saat saya dan teman saya membeli bibit tanaman, per bibit dihargai
Rp 100,- itupun kami dipersilahkan mengambil dengan cuma-cuma jika kami masih
kurang dan membutuhkannya. Antara rasa heran dan kagum saya bercampur menjadi
satu. Rp 100,- sepertinya tidak sebanding dengan perjuangan mereka mengangkat
pupuk dengan medan jalan yang tidak mudah.
per bibit dihargai seratus rupiah,berlaku untuk semua bibit tanaman (dokpri) |
Selain itu disela-sela
perjalanan, saya melihat jika para petani itu membuka hutan dilereng-lereng
yang sangat curam untuk mereka jadikan ladang perkebunan. Padahal jika mereka
tahu, dengan begitu akan merusak lahan tersebut. Tetapi di sisi lain saya
mengapresiasi hasil kerja keras mereka. Karena dengan susah payah mereka sudah
membuka lahan, bekerja di atas tebing-tebing curam dan licin tetapi setelah
panen tiba, harga sayur mayur kadang tidak dihargai seberapa. Bayangkan jika
harga kol, cabe, wortel, daun bawang atau seledri saat harganya sedang jatuh
hanya dihargai Rp 4.000,-/kg atau bahkan lebih kecil angka nominal yang mereka
dapatkan, betapa keringat mereka tak dihargai seberapa.
hasik kerja keras mereka terkadang tidak sebanding dengan hasilnya (dokpri) |
Saya jadi merasa
bersalah, jika kadang tidak menghabiskan makanan di depan saya. Indonesia..kamu
begitu kaya, tetapi kenapa masih banyak rakyat ini yang harus bersusah payah
mengobankan hidupnya. Sungguh tidak sebanding, tetapi semoga niat baik mereka
sepadan dengan amal yang mereka terima. Karena saya percaya, mereka berjuang
seperti itu untuk menghidupi jutaan orang Indonesia yang membutuhkan hasil
keringat mereka..salut untuk petani Indonesia J
andai mereka tahu, membuka lahan di lereng yang terjal, justru akan merusak lahan itu sendiri (dokpri) |
Komentar
Posting Komentar