Jurang Jero yang Kini Tak Lagi Jero
Merapi, salah satu gunung
teraktif di dunia memang selalu menarik untuk dibicarakan. Perjalanan kali ini
membawa saya kembali mencari sisi menarik dari gunung Merapi. Jika sudah
menyaksikan puncaknya, menikmati abu vulkaniknya, maka perlu
dilengkapi dengan mencari keunikan-keunikan lain yang dimiliki oleh gunung yang
satu ini. Salah satunya dengan menelusuri sisi barat dayanya. Sebagai orang
yang dibesarkan di wilayah Jogja, maka Merapi menjadi tak asing lagi.
Tetapi nyatanya banyak hal yang belum saya tahu tentang Merapi. Ibarat tak
kenal, maka tak sayang...mengenal Merapi lebih dekat menjadi sesuatu yang menarik, untuk
mengisi akhir pekan. Sabtu, 19 April 2014 berkat ajakan teman dan panitia
eksplorasi ekologi akhirnya saya niatkan untuk ikut dalam perjalanan kali ini.
Meski awalnya sempat ragu, karena ibu sedang tebaring di tempat tidur untuk istirahat
sementara waktu. Tetapi melihat kondisi ibu yang semakin membaik, maka
perjalanan yang sangat minim persiapan ini saya lakukan.
hasil coretan dengan jurus perkiraan (dokpri) |
Bermodal nekat dan niat,
karena tidak tahu sama sekali tempat yang akan dikunjungi. Berniat berangkat
bersama panitia dari kampus tercinta, tetapi mendapat pesan singkat dari salah
satu teman bahwa akan ditunggu dipertigaan Salam. Maka stang motor, langsung saya
arahkan menuju jalan Magelang. Memang pengalaman itu adalah guru terbaik. Seperti
perjalanan kali ini meskipun berkali-kali melewati jalan Magelang namun masih
merasa was-was kalau saja nanti kesasar. Benar nyatanya, akhirnya kesasar juga.
Mencoba menduga-duga sesekali geleng kepala berhenti ditiap pertigaan yang ada
lampu merahnya. Sadar kalau pertigaan yang dimaksud sudah terlewat, maka stang
motor saya arahkan putar balik. Setelah merasa putus asa akhirnya saya bertanya
pada ibu-ibu yang berdiri persis di sebelah kanan saya. Memang Jasa Penduduk
Sekitar (JPS) itu sangat penting. Saat itu saya berada di pertigaan Jumoyo dan untuk
mencari pertigaan Salam, saya diarahkan untuk kembali ke arah selatan, baiklah..akhirnya
saya kembali ke pertigaan Salam. Ternyata teman saya sudah menunggu di
pertigaan Jumoyo. Tetapi ada untungya juga, saya jadi tahu letak pertigaan Salam
dan pertigaan Jumoyo, jadi tidak takut kesasar lagi.
Hari semakin siang,akhirnya
sampailah kami ke Jurang Jero yang terletak di Kecamatan Srumbung, Kabupaten
Magelang. Hasil erupsi tahun 2010 telah meyebabkan material yang dimuntahkan
oleh Gunung Merapi memenuhi jurang jero dan menyebabkan Jurang Jero kini tak lagi jero (jero artinya dalam).
Mengikuti arahan dari teman-teman panitia, saya mendapatkan bagian untuk
mengenal lebih jauh mengenai krakal. Krakal adalah batuan
yang berukuran sedang hingga besar. Bekerja sama dengan tim dalam kelompok untuk
mengamati krakal dan ternyata kami mendapatkan jenis krakal yang
bermacam-macam. Ada yang berwarna hitam, abu-abu, merah, ungu, kecoklatan dan
ada yang ringan, agak ringan dan berat.
karena minim persiapan, alhasil dokumentasipun minim (dokpri) |
Rangakian acara siang itu
dilanjutkan dengan aksi tanam pohon. Di sela-sela pohon pinus, disitulah kami
menggali lubang untuk menanam bibit salam. Setelah selesai menanam bibit pohon, perjalanan kami lanjutkan ke Tempuran Kali Putih. Bagi yang masih ingat
erupsi Gunung Merapi tahun 2010 maka tak asing dengan nama kali putih. Sejak
jembatan kali putih putus karena erupsi Gunung Merapi tahun 2010 dan telah
menimbun banyak rumah serta memutus akses jalan yang menghubungkan
Magelang-Jogja sejak itu pula nama kali putih menjadi semakin dikenal. Cuaca yang
panas akhirnya diputuskan materi lebih dipersingkat. Setelah mendapat materi,
maka saatnya turun langsung mencoba membasahi kaki dengan air sungai putih.
Sekitar 20 menit menelusuri sungai putih, maka perjalanan dilanjutkan ke Candi
Gunung Sari. Menjadi semakin sadar, masih terlalu sedikit mengenali bumi
Indonesia. Karena saya tidak tahu ternyata ada Candi Gunung Sari di Kabupaten
Magelang. Terletak di Desa Gulon, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang candi ini berdiri 600 tahun sebelum masehi. Candi ini masih belum disusun menjadi satu rangkaian candi yang utuh. Berdiri di atas bukit rangkaian pegunungan Gendol, bukan sungai Gendol karena pertama kali saya mendengar nama Gendol pikiran saya tertuju pada sungai Gendol yang terletak di sisi selatan Gunung Merapi. Candi ini menyimpan cerita dan menjadi bagian dari kekayaan Indonesia. Di bawah bukit lokasi candi berdiri, merupakan lokasi pemukiman penduduk. Sedangkan bukit bagian bawah dijadikan sebagai lokasi pemakaman. Di bukit ini kami sesekali menjumpai beberapa kera ekor panjang. Seiring berkembangnya jaman, kera ekor panjang ini harus berbagi ruang dengan pesatnya pembangunan yang dilakukan manusia. Semoga segala sumber daya bumi Indonesia tidak terkikis dan tergantikan oleh pesatnya pembangunan tembok-tembok beton.
karena tak ada gambar yang dapat diambil,akhirnya pena pun bergerak di atas buku batik saya (dokpri) |
Komentar
Posting Komentar