Cerita Perjalanan di Awal Juni
Juni, di awal bulan ini Merbabu
via Selo menjadi iming-iming untuk
menjajal kembali dengkul yang sudah lama tak berpetualang. Bersama 13 personil
lainnya pagi jam 9 kami sepakat untuk berkemas dan siap berangkat. Tetapi
akhirnya jam 11 baru berangkat. Mampir sholat Jumat terlebih dahulu, karena
suara adzan sudah berkumandang. Pukul 13 akhirnya kami start lagi untuk memulai
kembali perjalanan. Melewati medan yang berkelok dan naik turun, mendung tipis
yang mengiringi perjalanan membuat harap-harap cemas jika saja nanti hujan.
kalau tua muda sudah berbaur bersama :D |
Tak terasa 2 jam kemudian, aroma
udara gunung mulai mengiringi perjalanan kami. Sampailah kami di Desa Lencoh,
artinya pos Merbabu via Selo sebentar lagi sampai. Sebelum akhirnya kami
putuskan untuk beristirahat di salah satu minimarket untuk menambah logistik
dan mampir ke warung makan untuk mengisi tenaga. Di tengah-tengah obrolan kami
sambil memesan makanan, pak polisi sebelah warung makan menganjurkan kami untuk
melapor sebelum melakukan pendakian. Berbeda dengan pendakian-pendakian
sebelumnya, setau kami kami hanya mendaftar dan melapor di pos pendakian.
Tetapi ya sudahlah...akhirnya kami sepakat untuk melapor saja.
Kebetulan siang itu kami bertemu
dengan mas-mas dan mbak-mbak yang ingin melakukan pendakian juga. Terlihat
mereka berputar arah, tak melewati jalan seperti yang kami lewati. Akhirnya
kami bertanya dan jalan yang biasanya ditutup karena ada hajatan. Maka kami
ikut jalur yang mereka lewati. Sebelum sampai di pos pendakian ada himbauan
untuk memarkir kendaraan jauh di bawah, sebelum pos pendakian. Tetapi untuk
memastikan, salah satu dari teman kami bertanya ke pos pendakian dan akhirnya
motor kami sampai juga di basecamp pendakian.
Selesai packing ulang, pukul 16 kami memulai start pendakian. Karena terdiri dari 14 personil maka kami putuskan
dibagi menjadi 2 kelompok. Akhirnya mendung yang sejak tadi mengiringi
perjalanan kami, tergantikan oleh cerahnya cuaca menjelang petang. Kamipun tak
khawatir lagi, meskipun kami tetap harus waspada karena udara gunung dapat
berubah dengan cepat. 1 jam berlalu sampailah kami di Pos 1 (Dok Malang).
Beristirat sebentar sebelum badan dingin kembali, maka perjalanan kami lanjutkan.
Kami memilih melewati jalur baru (setelah pos 1 ada persimpangan jalan yang
membagi antara jalur baru dan jalur lama) ke kanan adalah jalur baru, jalannya
agak datar ke bawah sedangkan ke kiri adalah jalur lama yang kini sudah jarang
digunakan, lagipula ada penunjuk jalan menuju ke jalur baru. Jadi jalur lama semakin
jarang dilewati.
anis gunung,lincah loncat kesana kemari |
Sayup-sayup terdegar suara adzan
di bawah sana, kami putuskan untuk berhenti. Jarum jam menunjukkan pukul 18.00
kami beristirahat sebentar di Pos bayangan 2 (Pandean). Udara dingin makin
terasa, kami mulai merasa kelelahan. Melangkah pelan-pelan dan saling
memberikan semangat akhirnya jalanan licin dan menanjak dapat kami lewati.
Bukit yang semakin curam cukup menguras tenaga, pukul 20.30 sampailah kami di
Watu Tulis. Di depan....bukit terjal kembali menanti,dengkul yang makin tua
harus diuji kembali haha. Di Watu tulis hanya ada 1 tenda yang berdiri. Mungkin
karena kami naik hari Jumat jadi belum terlalu banyak tenda-tenda yang kami
jumpai. Setelah beristirahat sebentar, kami bersiap untuk ngesot di tanjakan
paling curam di jalur pendakian Merbabu via Selo. Para pendaki biasa menyebutnya
tanjakan babi. Entahlah, mengapa tanjakan ini disebut tanjakan babi.
setelah ngesot di tanjakan babi |
Satu jam ngesot di tanjakan babi,
kami mencari tanah lapang untuk beristirahat sebentar. Berselang 30 menit
kemudian sampailah kami di camp Sabana 1. Karena sudah semakin malam dan udara semakin
dingin, maka kami mulai mendirikan tenda. Selesai mendirikan tenda kami lanjutkan
dengan memasak menu makan malam. Sesekali diselingi gurauan tak terasa semakin
banyak tenda-tenda berdiri disekitar kami. Dan akhirnya tenda pun mengantarkan
kami dalam lelapnya malam.
Di antara dua tenda yang lainnya,
tenda saya dengan vita berjarak paling jauh. Satu tenda hanya diisi dua orang
saja, sementara kami harus bertetangga dengan mas-mas yang dari tadi
membicarakan keberadaan kami berdua, entahlah apa yang mereka bicarakan. Menjelang
pagi tetangga sebelah yang semenjak malam berisik sudah tak terdengar lagi
suaranya, lampu tendanya juga sudah mati. Semalaman saya tak bisa benar-benar
tidur, karena kaki terasa dingin. Sementara vita entahlah sudah tidur atau
belum, mukanya terbenam di dalam SB. Saat suasana sudah tenang, kembali lagi
ada rombongan lain memecah heningnya malam itu. Tak terasa sudah menjelang
shubuh. Saatnya bangun dan menunaikan kewajiban.
langit jingga yang membuat takjub akan ciptaan-Nya
|
Saat mentari jingga perlahan
muncul di antara dinginnya udara dan langit pagi yang cerah serta kabut tipis
yang mengalun lembut. 10 anggota bersama Dimas dan Surya naik ke atas.
Sedangkan, Agung, Vita dan saya bertugas menjaga tenda. Agung memilih kembali
tidur sedangkan saya dan Vita memanfaatkan suasana pagi yang cerah untuk narsis
ceria. Setelah merasa cukup mengambil foto, (sebenarnya belum cukup) tetapi karena
baterai kamera sudah habis kami akhiri sesi bernarsis ria. Kami berdua kembali
ke tenda dan tak sengaja kami membangunkan Agung. Setelah Agung bangun kami
bertiga mulai memasak menu untuk anggota lain yang sedang menunaikan misinya ke
puncak.
bentuk kecil cara kami mencintai lingkungan |
Pukul 10 mereka sampai bawah, dilanjutkan
makan dan packing. Jam 12 seperempat
kami mulai turun. Saya, Vita dan Priyo JR kebagian di belakang. Sedangkan Surya
dan Agung berada di depan rombongan. Setelah bersusah payah menuruni tanjakan
babi, kami beristirahat di Watu Tulis. Perjalanan kami lanjutkan, tetapi dengan
pertimbangan semakin banyaknya pendaki lain yang mulai berdatangan kami
memutuskan untuk melewati jalur lama. Karena di jalur baru dapat dipastikan
macet. Misi untuk mengambil sampah sepanjang perjalanan sirna sudah. Di jalur
lama, sampah anorganik sangat sedikit. Maklum, jalur lama sudah jarang dilewati
oleh pendaki. Setelah melewati perjalanan pulang yang benar-benar membuat
pundak terasa sakit, pukul 17.30 sampailah kami di basecamp. Saatnya pulang dan saya terpaksa ngebut karena takut
kemalaman sampai Kulon Progo. Setelah merasa lega karena Ruth tidak terkunci di
luar kosnya, saatnya saya mengarahkan stang motor dan kembali ke Kulon Progo.
ini aksi ku |
Komentar
Posting Komentar